Sunday, August 05, 2012

Membaca Bahasa Tubuh

Perlukah saya pertanyakan perasaannya saat saya melihat bukti di hadapan saya? Tidak, saya tidak sanggup. Ada hal yang untuk saya lebih baik tidak diketahui, lebih penting untuk saya menerima faktanya saja, tidak perlu tahu penyebabnya. Mimik dan raut wajah itu sudah menjelaskan semuanya pada saya. Saya hanya perlu menerimanya dengan ikhlas dan melupakannya.

Ah K, saya merasa menemukan seseorang yang sempurna untuk diri saya, tapi rupanya saya bukan yang sempurna untukmu. Hati saya masih mengerang walaupun sudah tidak berharap lagi. Tapi air mata tidak bisa menetes untukmu. Karena jarak terbentang terlalu jauh? Karena saya terlalu banyak kesibukan? Karena pertemuan kita terlalu singkat?

Saya berharap dan berharap sebaris tulisan darinya menanyakan kabar saya, tapi harapan itu harus menguap di udara panas. Melihat wajah bahagianya saat bersama perempuan lain, mengapa membuat hati pedih? Jika saya menyukainya, saya seharusnya bahagia melihatnya bahagia. Kenapa saya ingin memiliki hatinya?

K, apakah kamu pribadi yang penuh mimpi? Apakah kamu sama utopistnya dengan saya? Apakah saya telah menciptakan sebuah pribadi yang bukan dirimu yang sebenarnya?

K ...

Wednesday, August 01, 2012

Winter Poem

Lagi senang-senangnya dengan lagu-lagu Secret Garden, padahal publishnya sudah lama sekali. Tapi musik indah itu abadi, apalagi musik yang dibuat dengan hati. Bisa didengarkan kapanpun juga. Manis musiknya dan melodius, membalut hati saya yang sedang tercabik.

Winter poem itu menyanyikan ketenangan suatu tempat yang diliputi oleh salju seperti pasir. Tidak tampak satu manusiapun, dan dunia seperti berwarna putih. Angin berhembus semilir dan mentari hangat bersinar. Kaki membuat jejak pertama di salju, krit-krit, suara sepatu berdecit menimpa salju kering. Berjalan terus ke muka.

Air mata tidak turun, dan tidak perlu turun. Saat mulai berjalan di jalan ini juga sendirian, tidak perlu takut untuk mengakhirinya sendirian juga. Di ujung jalan ini sang belahan hati telah lama menunggu di jembatan menuju tanah keabadian. Senyum menggoda di wajahnya membisikan, "kenapa lama sekali mencapai ujung jalan ini, aku merindukanmu, tidakkah kau merasa hal yang sama?"

Semua wajah-wajah fana memudar saat saya melihat wajahnya, semua luka hati pun terlupa. "Maaf, karena membuatmu menunggu begitu lama. Walaupun hatiku selalu mencari wajahmu, tapi aku tidak mengenalmu, maaf..."

Dan dia tersenyum, mengulurkan tangan dan menggenggam tangan saya yang juga terulur, "aku hanya ingin menggodamu saja, karena diantara kita tidak ada masalah jarak, waktu, usia, ras dan semua titel dan identitas lainnya, karena pada akhirnya aku akan menemukanmu, dan kamu menemukanku".

Senyum tulus dan yang lama saya cari akhirnya saya temukan juga, tidak peduli betapa lamanya jarak waktu yang terbentang, saya bahagia.