Thursday, April 12, 2007

Bersyukur

Kalau di jakarta sering jadi lupa diri. Mungkin bukan di jakarta saja, tapi dalam hidupku saat ini. Walaupun bukan menjadi orang kaya raya, tapi aku toh masih mampu untuk berfoya-foya dengan uang yang aku hasilkan sendiri. Shopping till dead drop kalau sedang bete atau jengkel, dan membuang-buang uang yang cukup banyak untuk hal-hal yang tidak perlu. Di dalam perjalanan menyusuri jalur Pantura, dengan biaya yang lebih dari cukup, kami harus memotret kemiskinan dan dimana orang-orang yang membutuhkan bantuan, cukup membuat aku kalah telak pada kemapanan kami.

Bukan hanya sekali orang menyebutku anti kemapanan. Aku tidak punya rumah pribadi, kendaraan pribadi maupun deposito yang lebih dari cukup. Tetapi dalam hidupku tidak pernah mengenal arti lapar. Trus, kenapa aku tidak bisa bersyukur kepada Tuhan. Pertimbangan moralku, rata-rata lah, dan aku bisa berdoa dengan tulus kepada Tuhan tanpa ada beban ekonomi atau masalah lain yang membelitku untuk bisa beribadah secara paripurna kepadaNya. Tetapi kenapa aku belum bisa melakukannya?

Di sepanjang jalur Pantura, pahit getir kehidupan manusia tergambar dengan gamblang, membuatku hatiku tersayat dan berdarah, membuatku merasa menjadi manusia yang sangat tidak berarti. Apa yang bisa kuberikan untuk memperbaiki keadaan sedangkan nafsuku sebagai manusia hanya ingin bersenang-senang. Tetapi di desa-desa pulau Jawa, pulau yang katanya daerah paling maju di Indonesia, ternyata ada orang yang harus menukarkan hidupnya menjadi budak di salah satu tuan tanah. Bahkan untuk biaya sakit pun mereka harus berhutang dan anak-anak usia SD yang harus keluar sekolah, atau melacurkan diri agar keluarganya dianggap berhasil. Walaupun berpakaian ala islami tetapi terkadang ajaran moral sering terpaksa harus dilanggar. Tidak ada pilihan lain untuk hidup, tetapi masyarakat kecil apalagi anak-anaknya adalah para survivor. Dalam kekurangan, dalam kepedihan mereka akan tetap tertawa, mentertawakan kegetiran hidup.

No comments: