Wednesday, June 13, 2007

Mutiara kenangan

Duapuluh tahun lebih telah berlalu sejak aku mengenal cowok ini. Jatuh cinta di kali pertama aku memandangnya. Dia ada tepat ada di hadapanku mengibar-ngibarkan bendera dalam salah satu latihan kesenian di sekolahku. Sementara aku yang tidak berbakat seni sedikitpun tapi sangat tertarik dengan seni hanya berniat menonton beberapa kawanku yang ikut serta dalam latihan itu. Kenangan 20 tahun itu tidak pernah memudar seiring waktu.

Dua tahun masa remajaku kulewatkan dengan hanya memandang dirinya. Hanya memandang dan tak pernah berani menyatakan isi hatiku saat itu. Keadaan ini pernah kusesali, tapi seiring kedewasaanku, kenangan ini menjadi satu-satunya harta cintaku yang layak untuk kusimpan dan kukenang. Cinta tidak selalu seiring dengan jodoh, betapapun aku berharap bisa menghabiskan hidupku dengannya tetapi takdir seperti itu tidak tertulis untukku.

Aku begitu setianya pada perasaanku sehingga baru sepuluh tahun kemudian aku bisa tertarik pada laki-laki lain. Entah untuk apa kesetiaan itu, yang jelas diriku benar-benar tidak bisa berpaling ke hati yang lain. Kulewatkan masa mudaku tanpa berpikir serius untuk berumahtangga.

Kini di tahun ke 20 setelah aku tidak pernah melihatnya lagi, aku tetap merasakan bahwa cintaku padanya adalah yang paling tulus dan nyata. Masih kuingat debaran di hatiku hatiku setiap kali aku menatap dirinya, betapa rajinnya aku untuk selalu sekolah, perasaan tidak tenang di kelas jika belum melihat dirinya di pagi hari atau melihatnya kembali seusai sekolah selesai. Dan anehnya, kesempatan itu selalu ada, tak peduli kelas kami berjauhan, tak peduli jadwal belajar kami berlainan. Walaupun sangat ingin mendengarkan pernyataan cintanya, tapi aku sudah merasa cukup bahagia dengan hanya menatap dirinya saja.

Aku masih bisa merasakan semilir angin di halaman sekolahku pada satu waktu kami pernah bersama-sama menunggu di pinggir jalan, tak ada siapapun disana. Aku menunggu jemputanku dan dia entah menunggu apa, karena aku tahu puluhan angkot ke arah rumahnya telah lewat. Tidak ada yang bergerak saling mendekati atau saling menyapa, kami hanya mematung, dan waktu seakan tidak bergerak, tercetak abadi di sana. Sampai akhirnya waktu kembali berdetak setelah salah satu temannya yang satu jurusan memaksanya untuk naik salah satu angkot itu, dan jemputanku pun tiba.

Berkali-kali aku sering nyaris bertabrakan dengan dirinya di pagi hari di tempat yang sama. Kami seakan punya perjanjian akan sampai di titik itu di waktu yang sama. Dia juga seakan tahu bahwa aku tidak akan pulang jika belum melihat wajahnya sejenak. Satu peristiwa yang tidak pernah kulupa, saat itu aku berjalan sendirian di koridor, kakiku melangkah ke muka tetapi wajahku berpaling ke arah lain mencari bayangannya di sebrang sana, saat akhirnya mukaku berpaling lurus ke muka, aku berhadapan dengan dada seseorang, kutengadahkan wajahku dan bergumam minta maaf, dan kudapati orang itu adalah dia. Dia tersenyum, aku tergugu, dan akhirnya hanya bisa nyengir dan berlalu.

Konyol dan lucu, tidak ada keberanian mengungkapkan perasaanku yang membuncah padanya laki-laki tinggi, berkulit hitam, langsing dan kurus, dengan tatapan mata yang tajam, dan jemari yang kuat tapi bisa dengan lembut mengoleskan cat ke atas kanvas. Sosok itulah yang selalu aku cintai, tidak perlu balasan, yang kuperlukan hanya menumpahkan perasaanku sekali-sekali untuk membuat diriku tetap normal. Satu-satunya laki-laki yang kucintai dengan tulus, mungkinkah ini yang disebut cinta sejatiku?

Kini dia entah dimana, walaupun ada rasa penasaran untuk tahu seperti apa dirinya kini, atau apakah perasaanku tak bertepuk sebelah tangan. Tapi aku sangat sadar kemungkinan besar dia sekarang sudah berkeluarga dan sosoknya yang dulu mungkinsudah berubah, bukan sosok yang aku cinta. Karena itu kenanganku akan dirinya di waktu lalu cukup aku simpan dalam satu kotak di sudut hatiku, mungkin membukanya sekali-sekali disaat kekecewaanku terhadap cinta dan laki-laki sedang memuncak. Kenangan itu ibarat untaian mutiara yang berharga. Untaian mutiara milikku pribadi dan tak ada yang bisa mengambilnya dari diriku sampai kapanpun, milikku yang tak ternilai.

Kenangan tentang BBW 20 tahun yang lalu, hanya kenangan yang milikku seorang.

No comments: