Showing posts with label Mata Hijau. Show all posts
Showing posts with label Mata Hijau. Show all posts

Wednesday, January 11, 2012

Kelam

Berencana masuk kelas agak pagian, tapi batal karena hujan. Masalah utama bukan pada hujannya tapi dengan kilat yang menyertai. Nyerah kalau sudah ada kilat dan gledek. Begitu hujan reda saya langsung jalan saja dan sampai di kelas sepuluh menit sebelum mulai. Dari luar sih keliatan kosong begitu masuk kelas ... ngek... dia sudah duduk aja. Karena dia menoleh, secara impulsif saya menyapa dia dan ... pertama kalinya terjadi percakapan langsung karena saya iseng nanya apa dia ga bermasalah lagi dengan software. Dan dia menjawabnya sambil tersenyum. Entahlah apa yang mendorong saya untuk assertif seperti ini. Dan hari ini dia pakai kaos polo hitam dan saya memakai sweater hitam, beberapa mahasiswa lain juga pakai hitam, tapi yang pakaiannya berwarna hitam pekat polos tanpa motif apapun. Dan sweater ini juga pilihan kedua, karena tadi malam saya berencana pakai sweater cashmere ungu, tapi pas dipakai kok keliatannya ga kaya orang sakit. Karena ini kebetulan yang ketiga, besok sepertinya tidak akan ada kebetulan.

Saat break siang ngobrol dengan teman yang satu jurusan dengan dia dan duduk di sebelahnya. Teman itu ada masalah dengan koneksi remote wifi, yang saya sarankan untuk dicari solusinya di IT. Waktu temen saya itu masuk kelas, saya berbisik, gimana hasilnya.  Dan setelah temen saya duduk, dia yang nanya ke teman saya "Kalian bicarakan apa?" Hih ... mau tau aja.

Professor saya mengundang kami untuk minum-minum di hari terakhir. Saya ga mau berharap banyak, dan bisa jadi dia ga ikutan. Tapi bisa jadi dia ikut juga. Yah liat aja. Sepertinya malah lebih menyenangkan saat ini setelah saya menetralkan perasaan saya. Ga berharap banyak, jadi ga kecewa. Yang muncul malah semangat flirting hihihi. Kalau ada kemungkinan untuk main-main, kenapa tidak, ga bakal ditolak. Nothing to lose buat saya saat ini. Kalau dia aktif , hayu. Kalau dia tetap pasif, saya juga sedang dalam fase ga mau repot dengan perasaan.






Tentang Pilihan


THE DANCE - Garth Brooks

Looking back on the memory of
The dance we shared 'neath the stars above
For a moment all the world was right
How could I have known that you'd ever say goodbye

And now I'm glad I didn't know
The way it all would end, the way it all would go
Our lives are better left to chance
I could have missed the pain
But I'd have had to miss the dance

Holding you, I held everything
For a moment wasn't I a king
But if I'd only known how the king would fall
Hey who's to say? You know I might have changed it all

And now I'm glad I didn't know
The way it all would end the way it all would go
Our lives are better left to chance
I could have missed the pain
But I'd have had to miss the dance

It's my life, it's better left to chance
I could have missed the pain
But I'd have had to miss the dance


Theme lagu untuk Mata Hijau. Secara umum sih theme untuk semua patah hati yang pernah saya alami. Ganti kata-kata The dance we shared 'neath the stars above dengan kalimat semua kesempatan saya berada di dekat dia dimanapun. But actually it's me who say goodbye. Dan walaupun hati terasa terpilin, dan air mata titik saat di malam hari, saat yang paling rentan untuk mengontrol emosi, saya juga memilih untuk tetap mendengarkan lagu ini.


The Dance versi Garth Brooks ga gampang didapatkan di youtube, dan ga ada download-an original baik di Amazon maupun iTune. Ada versi Westlife, dan versi ini yang membuat saya tahu lagu the Dance, yang iramanya nyangkut di otak tapi ga ingat judulnya. Sampai tadi malam waktu saya mainkan Westlife secara random dan keluarlah lagu ini, langsung dilihat judulnya the Dance. Versi Garth Brooks lebih menyayat hati, karena dia penyanyi country, sampai secara impulsif saya beli aja CDnya. Hanya untuk satu lagu.


Setelah baca penjelasan di wiki, ternyata perasaan saya itu ga salah, ini lagu meratap, when the passionate love end atau untuk orang yang meninggal secara tragis sedang berada di puncak kejayaannya. Contohnya adalah Steve Jobs yang meninggal karena kanker disaat Mac sedang ada di puncak. Apa Steve Jobs menyesali penyakit kanker yang merenggut nyawanya dan menginginkan hidup lebih lama tapi tanpa kesuksesan Mac? Saya rasa jika bisa mengulang hidup lagi Steve Jobs akan memilih kembali hidup yang telah dijalaninya.


Seperti juga saya, walaupun berkali-kali jatuh cinta, berkali-kali kecewa, tapi jika saya bisa kembali ke masa lalu mungkin saya akan tetap jatuh ke pilihan yang sama. Karena akar dari semua kegagalan itu sepertinya kembali pada tidak siapnya saya membuat komitmen. Dan saya tetap memilih untuk mengalami jatuh cinta pada orang-orang itu dibanding tidak merasakan cinta sama sekali. Mungkin ada satu dua kesalahan yang tidak akan saya ulangi lagi. Tapi saya tidak pernah menyesali semua perasaan itu dan saya tidak menyesali pilihan hidup saya yang jauh dari membosankan walaupun dijalani sendirian dan bebas (free-spirit lho), dari pada punya pasangan tapi monoton terbelenggu secara mental. Mimpi saya menemukan soul mate tidak akan  hilang. Naive? Bodoh? Gapapa, karena saya menikmati semua momen romantis, degupan jantung yang riang, dan walaupun harus diakhiri dengan tetesan air mata.


Catatan Tambahan Jan 16: 
Hari Sabtu saya pasang DVDnya Garth Brooks, ada rekaman "The Dance" dan interpretasi Garth Brooks untuk The Dance adalah untuk mereka yang meninggal dengan penuh glory, dan telah memberikan yang terbaik sehingga tidak perlu menyesal meninggalkan dunia fana ini. Saya menangis menontonnya. Kenapa saya pilih lagu ini untuk si mata hijau? Saya rasa tidak ingin lagi mendengarkan berita kematian dari orang yang saya suka untuk kedua kalinya. Tidak masalah kalau dia tidak memilih saya, keberadaannya di dunia ini sudah cukup untuk saya. Tikaman di jantung seperti saat saya tahu B sudah tiada, terlalu pedih untuk saya tanggung lagi.


Karena itu saya memilih theme song lain untuk si mata hijau, masih dari Garth Brooks (dan Ronan Keating dan Adele):



To Make You Feel My Love




When the rain is blowing in your face,

and the whole world is on your case,

I could offer you a warm embrace

to make you feel my love.



When the evening shadows and the stars appear,

and there is no one there to dry your tears,

I could hold you for a million years

to make you feel my love.



I know you haven't made your mind up yet,

but I would never do you wrong.

I've known it from the moment that we met,

no doubt in my mind where you belong.



I'd go hungry; I'd go black and blue,

I'd go crawling down the avenue.

There's nothing that I wouldn't do

to make you feel my love.



The storms are raging on the rolling sea

and on the highway of regret.

Though winds of change are throwing wild and free,

you ain't seen nothing like me yet.



I could make you happy, make your dreams come true.

Ain't Nothing that I wouldn't do.

Go to the ends of the Earth for you,

to make you feel my love






Tuesday, January 10, 2012

Tiga Tak Terduga?

Kejutan tak terduga pertama: enrolled di satu kelas di luar kelas sertifikat

Kejutan hari ini: sama-sama pakai kemeja plaid. Saya warna merah dia warna hijau.

Saya masuk kelas pas detik menunjukan jam sembilan, karena kursi dekat pintu kosong langsung duduk di situ. Sialnya dia duduk di barisan pertama di tengah-tengah. Selama dia ada di posisi itu, skak mat untuk posisi saya, dimanapun saya duduk akan selalu bisa ditarik garis lurus ke arah dia. Dan mau ga mau dia akan selalu kelihatan. ... Tarik nafas dalam-dalam, untuk menurunkan denyut jantung.

Saat pertama saya sadar dia memakai kemeja plaid hijau, saya nyaris ketawa histeris. Selama ini ga pernah melihat dia pakai kemeja plaid seperti itu, dengan motif plaidnya bikin saya ngiler. Dan di kelas itu hanya saya dan dia yang memakai motif plaid. How come? Jadinya kepikiran apa kejutan ketiga? 

Kenapa kejutan ketiga? simple saja karena pepatah Nista Maja Utama. Benarkah pepatah itu? Kita lihat saja besok. Ini anugrah atau test sih, hai Malaikat?  

Monday, January 09, 2012

Tiga kelas

Nasib mempermainkan saya, ... tidak ..., tidak ada yang dipermainkan. Jalinan pertemuan saya dan dia saja yang aneh. Di kelas terakhir di bulan Desember, saya sudah memaksa hati untuk mengucapkan selamat tinggal pada dia. Untuk tidak berharap apapun juga. Snap - snap , saya memotong semua akar benih perasaan saya pada dia, sisanya disiram dengan herbisida supaya tidak tumbuh lagi. Saya buang semuanya di teluk San Fransisco dan kembali ke Atlanta dengan menghapus sisa-sisa cat berwarna pastel di hati saya. Membiarkan dinding hati saya tidak berwarna, biarkan saja dulu sebelum dicat ulang.

---

Saya mendaftar untuk tiga kelas yang tidak biasa di semester ini. Satu kelas berlangsung selama 5 hari, satu kelas khusus 2 hari dan satu kelas spring break untuk diploma sertifikat saya. Untuk kelas diploma sertifikat kemungkinan dia akan mengambilnya sudah saya perhitungkan, tapi saya tidak pernah menyangka dia juga mengambil kelas analisa. Dua alasan: kelas analisa ini merupakan kelas lanjutan, alasan lain: kelas analisa ini merupakan kelas untuk jurusan saya yang tidak sama dengan jurusan dia.

Tidak tahu apa yang ada di dalam otak saya yang membuat saya nyaris mengalami masalah besar dengan kelas analisa ini. Gara-gara tidak periksa email minggu lalu dan jadwal kelas. Dalam otak saya, kelas analisa akan berlangsung minggu depan. Bangun pagi kesiangan, malah ditambah tidur-tidur ayam sampai sejam. Terus pas buka email, hah, langsung membeku melihat banyaknya email yang sudah dikirim professor saya, kalau digetok palu pasti hancur berantakan. Untungnya ini bukan kelas untuk sertifikat, pre-assignmentnya hanya baca dan tidak ada tugas tulis. Langsung mandi dan ngibrit ke kampus, trus nunggu lunch break dan mengaku terus terang pada professornya bahwa saya ga ikut kelas pagi. Bagusnya professor disini ga pernah penasaran kenapa saya tidak masuk kelasnya. Dan kebetulan lainnya materi pagi merupakan ulangan dari materi di kelas sebelumnya. Dan saya diijinkan untuk tetap ikut kelas.

Pas saya balik badan... mata saya pasti rada melotot ngeliat dia ada di pintu belakang sedang ngobrol dengan mahasiswa lain. Pertanyaan pertama: Kenapa dia ada di kelas ini? Pertanyaan kedua: Apa dia mendaftar di kelas ini atau hanya mampir? Dan otak saya langsung membentak "Ga ada urusan! Lu udah janji ga akan mikirin dia lagi!" Duh... galak bener.

Twisted fate, itu istilahnya, di semester lalu saya pasti girang karena bareng tiga kelas dengan dia. Di semester ini hati saya langsung mengerang, gimana bisa menghapus bersih-bersih perasaan itu kalau ada tiga kelas bareng? Huh, masih mending karena kelasnya singkat, bukan satu semester yang bakal ketemu tiap minggu. Nikmati dan syukuri saja pemandangan di depan mata selama memungkinkan dan ga perlu menganalisa atau mikir panjang lebar. Seperti: kenapa dia pakai kemeja warna ungu yang agak mengkilap, sepatu resmi dan rambut di gel rapi hari ini? Karena selama ini saya ga pernah liat dia pakai sepatu pantofel maupun kemeja yang serapi itu walaupun dia tetap menyandang ransel tentara-nya.

Sebagai cowok kenapa dia pakai warna ungu? Gay? -- confirm! (Duh kena getok virtual lagi deh). Atau karena di kelas bulan Desember itu saya selalu memakai smart suit, salah satunya adalah kemeja warna salmon tipis dilapis sweater cashmere warna ungu. Ungu -- catet! (hahaha kebiasaan analisa yang ga mau hilang). So.., what??! bentak ulang benak saya.  Saya melihat salah satu mahasiswa jurusannya yang tahu berapa usia saya ada di kelas yang sama. Jadi, informasi kalau saya tuwir tentu bisa masuk ke teliganya. Mau berharap apa coba? Jadi sepertinya hati saya tidak akan meliuk-liuk, melambai-lambai lagi karena dia. Sudah cukup, sudah selesai dengan semua kebodohan yang saya perbuat itu.

Dan hari ini ada treatment khusus untuk saya, kiriman 2 kemeja pesanan dari LL Bean tiba. Kualitas jahitannya masih dibawah kemeja Ralph Lauren, walaupun sama-sama bisa dibeli karena ada diskonan...hihihi. Pake ah besok, kemeja plaid yang warna merah aja. Ga lucu kalau saya pakai kemeja plaid yang warna ungu, biarpun ga ada yang akan perhatian sebenarnya. Saya aja yang terlalu perhatian dengan detil. Hiks... 

Thursday, December 29, 2011

For Green Eyes

I wanted to give my life for you.
But I retrieved
I knew you don't want it
Don't need it
I could not, would not push myself to anyone
Now, I just want you to be happy
I wish for your happiness
with whatever you want in this life
I never regretted my feeling for you
And I will never forget you
But I need to move on with my life
Please smile more
Life is easier when you're not burry your wound deep in your heart
Life to the fullest, Green eyes
That's what I want to hear if the wind whisper your name to me in the future

Tegar


Manusia terhubung dengan manusia lain melalui kabel yang tidak terlihat. Indra ke enam hanyalah sensitivitas terhadap signal-signal yang dikirimkan oleh kabel yang tak terlihat itu. Teori saya tentunya. Jadi saya memutuskan untuk menggunting kabel-kabel yang terhubung padanya. Tapi mengapa hati saya terasa seperti diremas-remas oleh tangan tak terlihat?

Detik ini saat ini saya menjadi orang yang sangat individualis. Untuk melindungi hati saya, untuk survive saya harus menyimpan hati saya rapat-rapat di kotak kedap udara yang dipenuhi dengan nitrogen cair. Akan saya bawa pulang hati itu: intact. Kalau sudah sampai di Indonesia baru saya buka lagi kotaknya dan dikembalikan ke tempatnya. Mungkin saat itu akan ada yang mau memilikinya.

Saya sangat rentan saat ini. Yang bisa saya lakukan hanyalah bersembunyi dan memakai baju besi tebal supaya tidak terluka. Saya tidak marah pada siapapun, hanya kecewa pada diri sendiri. Ketika kebenaran dibukakan pada saya tidak ada yang bisa saya salahkan kecuali diri sendiri. Saya sangat takut dengan komitmen membuat saya menjadi perempuan yang tidak menarik setelah dikenal beberapa saat. Tidak ada laki-laki yang serius menginginkan saya menjadi pasangan mereka.

Saya hanya menarik untuk player yang tertantang untuk menaklukan saya dan untuk dibuang setelah berhasil didapatkan. Saya tertawa getir dengan keadaan ini. Dan apa yang bisa saya lakukan selain berlindung di balik karir yang akan membuat saya merasa punya goal untuk dicapai?

Perlukah air mata menetes atau tertawa seperti orang gila? Hah… sepertinya hanya perlu menyuntikan anestesi local di hati saya supaya kebas terhadap semua rasa pedih itu. Biarkan hati itu berdenyut tanpa saya perlu merasakannya, biarkan saya tidak merasakan ekstasi maupun kepedihan berlebihan. Jujur terhadap diri sendiri dan tahu nilai diri sendiri. Tidak perlu malu pada manusia lain. Kalau mereka menatap saya penuh iba juga tidak perlu dipedulikan. Kalau mereka menatap dan meremehkan saya, aah… saya bisa hidup tanpa mereka. Masih banyak yang harus dilakukan dan dibuat di dunia ini

Saturday, December 24, 2011

Buang Mimpi di San Fransisco Bay

Travel kali ini bukan hanya untuk refreshing, tapi sekalian buang mimpi. Menapaki San Fransisco yang berbukit, membuat fisik menjadi letih, dan otak dibanjiri oksigen hasil nafas yang ngos-ngosan. Kunjungan ke taman-taman melihat tumbuhan dan bunga-bungaan yang masih mau mekar di udara yang sudah lebih dingin ini, membuat mental melakukan refleksi diri. Saya berjalan dan berjalan. Mengambil foto sebanyak-banyaknya dan berhenti berpikir. Menikmati suasana seperti layaknya turis. Cable car, bay cruise, makan clam chowder di Boudin dan ice-cream di Ghirardelli, menapaki jalan setapak di Muir Woods dan wine tasting di Sonoma county. Membilas luka yang baru saja menoreh di hati. Dan membuang semua mimpi untuk menemukan belahan jiwa di teluk San Fransisco. Belahan jiwa saya juga tidak ada di negri paman Sam. Entah dia ada dimana, masih gelap buat saya.

Laki-laki sepertinya mudah untuk tertarik dengan saya, kali ini juga ada yang mengajak kenalan, tapi seperti biasa saya terlalu aneh untuk laki-laki. Esoknya dia pura-pura tidak melihat saya di ruang makan. Ga patah hati, cuma membuat harga diri saya tercabik. Sial... hehehe...

Tapi malamnya juga sudah bersiap, mungkin saya sudah terlalu sering mengalami hal ini, jadinya melihat lelaki yang tadinya seperti tertarik pada saya kemudian menarik diri, sudah jadi kebiasaan untuk saya. Menyedihkan... hahaha... saya memang tidak tahu cara membuat lelaki bisa suka pada saya pada jangka waktu lama. Jadinya, berjalanlah saya menelusuri semua kelokan dan bukit di bay area SF. Sekaligus membuat mental saya bersiap untuk pulang ke Indonesia enam bulan lagi.

Monday, December 19, 2011

Jalan-jalan, therapy patah hati

Setiap kali saya patah hati, pasti saya jalan-jalan. Walaupun travel kali ini sudah direncanakan jauh-jauh hari, tapi juga mirip banget situasinya dengan satu waktu dimasa lalu. Tapi waktu itu, saat saya pergi untuk menetralkan hati, orangnya malah nyusul. Yang membuat saya salah mengartikan sikapnya. Yang membuat saya menjadi perempuan bodoh.

Kali ini tidak akan ada yang menyusul saya kesini. Saya jalan sendirian, makan sendirian, ambil foto sendirian, sambil tetap memikirkan sosok orang itu. Melankolis betul. Hhh... saat saya memutuskan untuk menghapus semua khayalan, saat itu juga timbul kesadaran bahwa saya sudah punya rasa sayang pada dia.

Agghhhh... memang sih baru dua hari yang lalu saya memutuskan untuk menyehatkan mental saya, tapi ... tetap berat. Begitulah kalau jadi introvert, saat butuh curhat ga ada yang bisa dicurhati.

Saat ini wajahya masih ada dimana-mana, terutama wajahnya tiga hari terakhir pertemuan kami. 3 hari full saya berada bersamanya, jauh tapi dekat, dekat tapi jauh. Saya yakin saya ga berkhayal kalau dia juga merasakan sesuatu pada saya. Kenapa cuma saya yang ga dia ajak ngomong, tapi sering dilirik, padahal ga ada alasan untuk melirik saya? Kenapa dua hari terakhir dia memakai pet? Supaya bisa bebas melirik saya tanpa ketahuan kan?

Saya ga tahu kenapa dia tidak mencoba melakukan pendekatan, karena sudah berkeluarga? Dia ga pakai cincin kawin. Karena gay? Terus kenapa dia melirik-lirik saya terus. Bahkan ada kecenderungan untuk mendengarkan omongan saya. Saya tahu dia berusaha tampak cuek. Tapi saat kelas sudah dimulai saya bisa kok melihat dia sering memalingkan mukanya ke arah saya. Terutama saat pengajar mengambil posisi berdiri di sebelah kiri, sementara saya ada di sisi paling kanan. Dan sama sekali ga ada pertanyaan dari sisi kami. Apa coba alasannya memandang ke arah saya..yeee... kamu ketahuan.

Ahh... sudahlah ga perlu penasaran dengan alasannya. Dengan insting survival saya, saya tahu keputusan saat ini adalah untuk kebaikan diri. Ga perlu mikir lebih lanjut... haaahhhhhh~~~~.

Friday, December 16, 2011

Surat untuk Saya

Dear Diriku,
kamu sudah mempersiapkan sejak beberapa saat yang lalu bahwa tidak berguna menyimpan rasa itu. Jadi kenapa kamu merasa sengsara. Sakit sih iya, dicuekin emangnya enak. Ya nggaklah. Siapa yang bilang enak? Dan saya ga akan menghibur kamu dengan memberi janji kosong "ada yang lebih baik untukmu". hahaha.. hiburan yang klise dan palsu sekali. Kamu tidak suka yang klise dan palsu kan? Yang ingin kukatakan "kamu kuat" dan "kamu sudah biasa mandiri" melewati sisa hidup ini sendirian kenapa mesti takut? tepok-tepok kepala.

Ingat bukan hanya hampir ga mungkin untuk ketemu lagi setelah lulus. Bahkan setelah hari sabtupun mungkin kamu tak kan pernah melihat dia lagi. Dia pasti menghindari kamu, percaya deh. Besok tatap dia untuk terakhir kali dan bisikan selamat tinggal di dalam hati. Dia tak perlu tahu apa yang kamu rasakan. Aku tahu kamu sayang padanya, tapi dia tidak memerlukan itu kok. Lepaskan dia, ok. Untuk kesehatan jiwamu sendiri. Kamu harus memikirkan yang terbaik untukmu. Karena tidak ada yang memikirkan dirimu. Hahaha... tertawa kosong.

Ayo jalani hidup ini dengan kuat, kalau mau menangis, malam ini menangislah. Setelah itu jalani hidupmu sendiri. Masih banyak yang harus disyukuri di dunia ini. Kenapa menyia-nyiakan waktumu untuk hal yang tidak ada gunanya.

Yah... kamu boleh mendownload semua sequel Pride and Prejudice yang kamu suka dan memimpikan Mr Darcy-mu sebagai subtitute di dunia nyata. Tapi tampaknya peranmu memang hanya sebagai observer dan bukan pemeran utama... hahaha... ketawa kosong lagi. Jangan jadi zombie lagi ya...! Hiduplah!

Luv you always,

Saya