Wednesday, August 17, 2011

Insting? Indra ke 6?

Logika merupakan andalan saya dalam menjalani hidup. Dan secara otomatis, logika saya akan menyisihkan emosi. Sehingga dalam keadaan emergency pun saya relatif tenang. Tapi tubuh saya memiliki kemampuan prediksi yang cukup hebat, jika berkaitan dengan orang-orang yang dekat seperti keluarga. Insting terpenting tentu berkaitan dengan diri saya sendiri. Saya cukup pandai membaca bahasa tubuh seseorang tapi tidak pernah merasa percaya dengan kemampuan itu.

Hari ini menjadi salah satu contoh lainnya. Saya janjian dengan teman untuk ketemu di kampus. Siap berangkat, saya cek email dulu dan nge-print pesan dari satu teman saya untuk disisipkan ke dalam titipan dia yang harus saya sampaikan pada staff kampus. Tiba-tiba entah kenapa jantung saya berdebar-debar dengan kencang sampai terasa sesak nafas. Sebuah perasaan yang mengatakan saya akan mendapat surprise ketemu seseorang yang tidak akan saya sangka. Bagi saya saat ini paling menyenangkan kalau bisa ketemu dengan si Mata biru. Tapi ga mungkin deh... karena kuliah baru mulai minggu depan. Sekarang masih masa orientasi.

Kampus terasa seperti tidak pernah saya tinggalkan. Tapi wajah-wajah asing yang terlihat, nyaris tidak ada wajah yang saya kenal. Hmm... anak-anak itu belum pada balik, masih menikmati liburan mereka rupanya. Di lantai 7 saya ketemu dengan staff dan dosen yang saya kenal baik. Dan akhirnya ketemu dengan salah satu teman baik saya. Kami sempat ngobrol sejenak, cerita ini - itu. Jam 3 bubar, pulang, karena urusan sewa apartment baru tidak bisa ditunda lagi.

Saat keluar dari bangunan, mata saya tertumbuk pada sesosok yang saya kenal baik. Dia sedang berbincang dengan 2 orang mahasiswa baru. Kekekeke... siapa lagi kalau bukan si mata biru. Ahh... hati kenapa bertingkah seperti remaja lagi? Kenapa harus memasang radar pada orang yang sukar saya raih? Sudah ga pantas untuk orang seumur saya bertingkah seperti ini. Dan kejadian ini merupakan yang kesekian kalinya terjadi pada saya. Setiap kali hati saya bertingkah dengan berdebar tidak karuan, pasti beberapa saat kemudian saya akan ketemu dengan si mata biru. Gaaahhhhh.... !

Dan satu hal lagi terungkap, alasan saya begitu tertarik dengan Changmin, adalah salah satu bentuk pertahanan diri alami saya untuk si mata biru. Hati saya yang bandel itu tetap mempunyai bemper untuk mengurangi luka jika saya patah hati, dengan nge-fans pada Changmin hari-hari saya tidak terlalu terpaku pada si mata biru, walaupun entah kenapa radar di otak saya dengan mudahnya memprediksi apakah saya akan ketemu si mata biru atau tidak. Bahkan untuk saat-saat yang sangat tidak terduga.

Si mata biru mengingatkan saya pada dia yang sudah tiada. Melihat bahasa tubuhnya dia sepertinya mempunyai perasaan yang sama dengan saya. Melihat gelagat radar dalam tubuh yang bisa memprediksi pertemuan dengannya, saya merasa kami ada di sebuah gelombang otak yang sama. Padahal saya menekan rasa ini jauh-jauh supaya tidak membesar, tidak ingin berharap lagi untuk kemudian kecewa. Arrghhh... jadi kesal dengan diri sendiri.
Tuhan Yang Maha Baik, dekatkan si mata biru pada saya kalau memang dia memang belahan jiwa yang sudah lama saya cari. Kalau bukan, saya memohon bantuan untuk menjinakan hati saya sendiri yang sering berlaku seenaknya. Amin.

PS: tanggal 9 saya pasti melihatnya lagi karena kami ada di program sertifikat yang sama.... ihik, senangnya!!

No comments: