Monday, February 13, 2012

A love until the end of time ~ Placido Domingo


I love you with a heart that knows no one but you
A love I never thought I’d find
A love that comes just once and never comes again
A love until the end of time

I’d give you all the love I have in me to give
If I could only make you mine
I love you with a love I’ve never known before
A love until the end of time

Chorus:
I can’t believe that you are not unreal
You’re everything I wanted you to be
I always knew someday that I would find
A love like ours until the end of time

I love you with a heart that knows no other love
A love I can’t believe is mine
Now that I’ve find you I will never let you go
From now until the end of time

Chorus:
I can’t believe that you are not unreal
You’re everything I wanted you to be
I always knew someday that I would find
A love until the end of time 


Pencerahan itu saya dapatkan setelah mendengarkan lagu ini. Saya cukup lama skeptik tentang keberadaan cinta. Menyamakan cinta dengan passion yang akhirnya padam tapi demi anak dan demi yang lain-lain pasangan itu bertahan hidup bersama, mungkin sekedar menjadi teman hidup dan teman di ranjang. Ok saya sinis memang. Tapi dengan pengalaman berkali-kali jatuh cinta sendirian dan tanpa ada balasan yang sesuai dengan yang saya inginkan. Atau orang jatuh cinta pada saya sementara saya tidak punya hati pada mereka, siapa yang tidak akan menjadi sinis terhadap cinta.

Saya juga bukan orang yang tahan dikritik. Kalau dikritik keras kepalanya muncul. Dan kritikan yang masuk mulai dari

"Jangan cari yang sempurna karena ga ada yang sempurna, kamu juga ga sempurna" ~ prttt, nasihat paling semprul --- sapa juga yang mencari manusia sempurna? 

"Jangan cari yang ideal, turunkan standarnya" ~ pret juga walaupun kadar pretnya lebih ringan. Yang ideal buat saya belum tentu yang standarnya tinggi kok, lha saya masih senang dengar lagu pop, nonton film romantis kok... selera murahan.

"Jangan terlalu mandiri", buset dah ... kalau ga mandiri gimana caranya bertahan hidup?

Lagu "a love until the end of time" mencerahkan saya, karena pas banget untuk diri ini. Saya berharap bisa menemukan orang yang bisa saya cintai until the end of time. Apakah itu terlalu idealis? Saya tidak memaksakan hati untuk menerima hubungan dengan kadar kurang dari itu. Kalau saya tidak yakin bisa mencintai seseorang dalam jangka waktu lama, jangan harap hati saya bisa terbuka menerima orang itu. Hati saya mudah sekali menguncup, harus didekati pelan-pelan dan dielus dengan lembut.

Sedangkan orang yang membuat hati saya bernyanyi adalah kombinasi antara otak pintar dan baik tidak sombong, suka membantu tanpa perlu dimintai tolong. Mata Hijau mempunyai kombinasi maut itu, makanya susah untuk saya mematikan rasa itu. Dan walaupun hanya dari saya sendiri yang sepertinya punya perasaan itu, tapi melihatnya saja cukup membuat hati saya yang masih hati ABG itu bernyanyi riang. (Hati saya tidak tumbuh dewasa walaupun usia biologis saya bertambah).

Dan malam ini fakta telak menghantam otak saya, bahwa semua patah hati di masa lalu memang fakta bahwa mereka bukan jodoh saya. Seandainya dipaksakan bisa bersama disalah satu episode di masa lalu, mungkin akan berakhir dengan keresahan saya yang akan merasa terpenjara. Sementara jiwa saya menginginkan pasangan yang membebaskan, tidak mudah sama sekali tentunya. Tapi semua patah hati itu ternyata pembelajaran untuk saya mengenal diri sendiri.

Mata Hijau saat ini menjadi paling sempurna, entah untuk berapa lama, paling tidak sampai saya kembali ke Indo. Dan saya menjadi belajar untuk berterimakasih (walau diucapkan dalam hati) pada semua laki-laki yang tertarik pada saya walaupun banyak yang saya kecewakan karena hati saya tidak bisa menerima mereka oleh satu dan lain hal. Sungguh minta maaf dengan setulus hati.

No comments: