Thursday, January 26, 2012

Falling in, Falling out

Karena hati saya hanya bisa bernyanyi untuk satu orang.
Karena hati saya selalu degil,
Karena sebelum bara itu mati semua, hati saya akan menghangat lagi pada orang yang sama.
Karena mematikan bara harapan itu hanya terjadi saat saya melihat kenyataan dan bukan ilusi.
Karena air mata tidak lagi mau menetes.
Karena morpheus sedang tidak berminat memeluk saya malam demi malam.
Karena otak saya berusaha mengambil alih kendali tapi selalu kalah.
Karena ... Karena ... Karena ... bla ... bla ... bla ...

Hari ini saya sangat membenci diri sendiri yang tidak pernah mampu mengendalikan hati saya. Si F besar dari INFP, F besar yang membuat saya termasuk 1-5% populasi manusia. Kalau bisa saya ingin mencabik-cabik hati ini, menginjaknya sampai hancur, dan membentuk hati baru. Saya sudah melakukan berbagai upaya untuk mematikan bara itu. Bukan gagal sebenarnya, karena api besar didalam hati sudah tersiram habis di bulan Desember. Sayangnya ada bara kecil yang belum mati, yang perlahan-lahan menghangat dan berusaha membuat api lagi.

Hhhh... mungkin karena saat ini saya belum siap melepaskannya seratus persen. Mungkin saya takut akan mengalami kepedihan yang sama saat hati saya kosong melompong lagi. Karena energi yang membangun antusiasme saya bersumber dari sana. Padahal ada kandidat lain, tapi hati saya dengan angkuhnya menutup rapat-rapat pintu masuknya. Menolak bahkan sebelum melihat orangnya. Bersembunyi ke balik zona amannya dan menyimpan bara untuk lelaki itu.

Yang saya perlu lakukan adalah bersiap menerima tikaman pedih itu. Membuka mata lebar-lebar bahwa saya tidak lebih dari student yang tidak dikenalnya dan tidak ingin dikenalnya. Mengembalikan eksistensi dirinya menjadi salah satu student pria yang tidak saya kenal. Menghapus obsesi saya yang ingin mengetahui semua informasi personalnya.

Ah saya selalu membuat kerumitan yang sebenarnya tidak ada. Masalah yang hanya ada di dalam diri saya, masalah yang hanya bisa dipecahkan oleh diri saya sendiri. Saya bosan dengan pola ini, kenapa sih mesti selalu tertarik sendirian. Pepatah lama bertepuk sebelah tangan. Bodoh banget sih jadi orang.

Sebuah pisau tak kasat mata saya lumuri racun paling mematikan, kemudian tikam hati itu sedalam-dalamnya, tarik dan tikam, tarik dan tikam, tarik dan tikam, sampai semua bagiannya terlumuri racun. Mati kan hati itu, agar bara itu ikut mati bersamanya.

Refleksi hari ini selesai.



No comments: