Tuesday, October 18, 2011

Bohong itu Tidak Gampang

Hari ini saya ketemu suami teman di kampus. Teman saya baru akan imigrasi ke sini akhir tahun ini. Sayang pertemuan hari ini membongkar satu lagi kebohongan teman saya. Saya terus terang agak menjauh dari teman ini, karena sifat bohongnya dia itu kronis. Yang susah saya kalau ada yang mengkonfirmasi kebohongan dia. Jadi kalau ga terlalu erat hubungannya malah enak, tinggal bilang tidak tahu saja pada yang nanya. Sebenarnya sudah banyak yang tahu hobi bohongnya itu. Dan info yang terakhir itu dia bilang akan pindah ke sini karena dia masuk ke salah satu organisasi pemerintah sini. Tapi sebego-begonya saya, karena uni saya punya hubungan erat dengan organisasi itu maka saya tahu dong birokrasinya. Jadi sejak awal dia bilang keterima disitu, saya sudah sangsi. Dan hari ini entah kenapa saya iseng nanya ke suaminya dan saya jadi kecewa karena jawaban suaminya membuat kesangsian saya terkonfirmasi. Duh... kenapa dia mesti bohong gitu sama saya sih? Saya tidak mengerti apa bohongnya itu keadaan pathologis atau kebiasaan saja. Saya sendiri bukan orang yang suci ga pernah bohong.

Sebagai manusia biasa saya akui beberapa hal saya sembunyikan, tapi memang hal-hal yang tidak layak jadi konsumsi publik.Tapi untuk masalah yang berkaitan dengan CV dan pengalaman kerja tidak ada yang bohong. Alasan resign dari satu pekerjaan adalah salah satu contoh kebohongan saya. Padahal saya ga betah di satu tempat kerja, tapi saya bohong bilang ke bos pengen deket ke orang tua supaya bisa jaga mereka. Kalau ada yang iseng nanya status saya di perjalanan, kalau saya ga suka atau ga percaya sama orangnya saya akan berbohong tanpa basa-basi, tanpa berkedip. Saya bisa create satu profile palsu untuk orang itu, termasuk nama dan alamat  yang palsu juga... Tapi saya tidak akan bisa dengan mudah berbohong pada orang-orang yang dekat dengan saya.

Saya hanya berharap teman saya itu bisa berubah sifat bohongnya, karena tidak akan enak hidup di negara orang, menikah dengan orang asing yang berbeda budaya dan kebiasaannya, berbeda nilai dan visi. Tadi aja suaminya sudah sedikit curhat dia bilang bakal rumit juga mencarikan kerja untuk istrinya. Saya cuma menangkap isyarat untuk berada di luar jangkauan teman saya, bisa gawat kalau saya dijadikan bumper oleh teman saya kalau mereka sedang berada dalam konflik. Ga pengen terlibat konflik pasangan, ini ibarat gajah dan harimau berkelahi, pelanduk mati ditengah-tengah...




No comments: