Friday, October 01, 2010

damainya malam

Ada paradoks dalam diri saya dalam berkonsentrasi. Jika saya sudah tenggelam dalam konsentrasi yang dalam, maka tidak ada suatu halpun yang bisa mengganggu saya. Saya ada di dalam sebuah gelembung yang memisahkan saya dari dunia nyata. Tapi untuk menciptakan gelembung itu tidak mudah, orang yang lalu lalang, percakapan, kehadiran orang yang tidak saya suka, orang yang batuk-batuk / berdeham adalah hal-hal yang mengganggu dalam menciptakan ruangan untuk berkonsentrasi. Alasannya karena ada radar yang tidak terlihat di telinga saya yang setiap kali menangkap suara langsung mengirimkan datanya keotak dan otak saya langsung memproses semua suara itu. Sehingga kalau banyak orang yang berbicara, walaupun saya sedang menulis atau membaca tapi sangat mudah untuk saya mengikuti semua percakapan orang yang ada di sekeliling saya dan menyimpan semua informasi itu dalam otak.

Kadang hal tersebut menjadi advantage buat saya, ketajaman telinga saya bahkan bisa diandalkan untuk mengidentifikasi orang hanya dengan mendengar suaranya saja tanpa saya perlu melihatnya. Isi library suara di otak saya sangat beragam termasuk untuk mengenali berbagai suara lain selain suara manusia. Makanya biarpun saya diam disatu ruangan, biasanya tidak pernah kehilangan informasi. Membuat saya sering menjadi sumber informasi bagi orang lain.Tetapi kalau saya sudah berada dalam gelembung konsentrasi, saat seseorang menyapa saya akan membuat saya kaget dan jantung bisa berdebar kencang.

Sehingga dalam hal saya juga menyukai ruangan yang tidak ada orang, keadaan itu tercipta lewat jam bubar kantor. Hampir disemua pekerjaan saya sering melakukan kerja lembur dimalam hari. Ada ketenangan disana, dimana saya bisa rileks menciptakan gelembung konsentrasi tanpa perlu memasang musik sebagai white noise. Dan ada hal yang lebih parah lagi, saya bisa makin tenang hanya dengan kehadiran orang yang saya sukai di lokasi yang sama. Ingat ini orang yang saya suka (tapi bukan berarti orang itu juga menyukai saya).

Di sekolah ini saya diberi space untuk locker dan meja kerja di ruangan jurusan, sebagai komplemen beasiswa. Ga mungkin kan hal itu terjadi di Indonesia, tapi di sini student maupun professor bisa berada di lantai yang sama. Dan ada student yang kerja part time sebagai RA atau TA yang juga mendapat space di ruangan jurusan.

Sudah dua kali dengan tadi malam saya bekerja sampai larut di ruang jurusan, kalau dihitung dengan kerja di Lab komputer bisa dibilang 4 kali. Sebelumnya saya lebih senang menghabiskan waktu di perpustakaan, tapi disana banyak student lalu lalang, walaupun ga ada yang ngobrol, membuat saya kurang nyaman.

Semalam saya juga kerja sampai larut. Memang sudah saya jadwalkan untuk itu sejak jauh-jauh hari. Ada tugas dari mata kuliah Global Health yang menuntut kami untuk melakukan data search di internet. Sangat tidak mungkin untuk melakukan data search tanpa konsentrasi penuh, sehingga saya memang mengkhususkan jadwal semalam tidak boleh terganggu. Dan semalam membawa cerita lain untuk hati saya.

Saat ini saya sedang suka dengan seorang lelaki, dan seperti biasa kisah hati saya tidak pernah melewati jalan tol. Karena ketidakmampuan saya untuk menyatakan perasaan suka, gengsi yang tinggi dan rasa takut untuk ditolak membuat saya seringkali menjauhi orang yang saya suka dan bukannya mencoba menaklukan hati orang yang saya suka. Dan walaupun kemampuan saya dalam membaca bahasa tubuh seseorang dengan akurat, penilaian saya menjadi sangat tidak bermakna jika saya punya perasaan suka pada orang itu.

Walaupun hati saya menterjemahkan bahasa tubuh lelaki itu bahwa dia juga menyukai saya, tapi saya tidak bisa teryakinkan karena dia tidak pernah menyatakan secara langsung. Dia suka pada saya sih sebenarnya tidak usah diragukan, tapi suka sebagai apa? Sebagai teman atau melibatkan rasa antara lelaki dan perempuan? Keraguan saya untuk menyatakan rasa suka secara terbuka karena usia diantara kami terpaut jauh sekali.

Kalau untuk masalah pekerjaan kayaknya sih kami kompatibel banget, termasuk dengan kegemaran pada data dan matematika. Dia sendiri ada di jurusan epidemiologi, dimana dia bisa mengambil lebih banyak mata kuliah yang berkaitan dengan epidemiologi. Sementara data dan survey bagi saya masih menjadi rahasia alam yang harus dicari kuncinya. Tetapi karena pada dasarnya saya senang dengan matematika maka ilmu-ilmu epi menjadi sangat menyenangkan untuk dieksplorasi. Dan idealisme kami sepertinya ada dilevel yang sama, pertanyaan dan pencarian jati diri sebagai manusia terbaca dari tulisan di blognya. Dia sebagai lulusan tehnik kimia sebenarnya punya kesempatan untuk mendaki karir yang baik di dunia industri, tetapi malah terjun ke epidemiologi. Saya sebagai lulusan kedokteran sendiri juga memiliki peluang yang sama untuk terjun di dunia medis dan menjadi glamor, tetapi saya lebih tertarik untuk menggauli ilmu publik health yang sering kali harus bekerja di daerah terpencil yang jauh dari keglamoran kota. Apa yang kami cari di dunia ini? Kegelisahan dan kegundahan yang sama saya rasakan terpancar dari dirinya. Dengan lelaki ini saya jadi bisa bicara di tataran idealis.

Ketertarikan saya pada dirinya terjadi tanpa disengaja. Karena pada awalnya saya hanya melihat seorang dewasa muda Amerika yang pernah melakukan pekerjaan di Afrika untuk beberapa tahun yang melanjutkan ke pendidikan master. Layaknya orang US mereka tampak arogan dan tidak mudah didekati. Dan walaupun di masa orientasi ada beberapa kesempatan untuk berbicara dengannya karena dia salah satu volunteer di tahun kedua yang membantu pelaksanaan orientasi, biasanya saya memilih untuk bicara dengan temannya atau dengan student internasional lainnya. Pembicaraan pertama kami terjadi saat dia mengorganisir tour kecil ke tempat-tempat makan di lokasi kampus. Saat itu saya memang tidak membawa bekal dan hari itu kami harus makan sendiri. Awalnya saya ada dibelakang dia dan hanya ngekor aja seperti bebek. Dalam perjalanan pulang ke ruang kuliah, saya bertanya apakah perlu membeli textbook sebelum kuliah dimulai. Dan pertanyaan itu membawa percakapan kami ke latar belakang dari mana kami berasal, saat itu suasana hati saya netral karena kami tidak bercakap berdua saja, tapi bertiga dengan student Kanada.

Pertemuan kedua terjadi tidak disengaja adalah saat tes kemampuan bahasa Inggris. Saya sebenarnya mendaftar untuk dites oleh instrukturnya, tetapi karena suatu hal akhirnya saya terjadwalkan di tes oleh dia. Karena sebelumnya saya tidak ingat siapa namanya, maka saat salah satu volunteer mengatakan menjadwalkan saya untuk diwawancara oleh dia, saya ga ngeh siapa orangnya. Dan saat masuk ke ruangan baik dia maupun saya sama-sama terperangah. Saya terperangah karena melihat dia yang sepertinya surprise. Pertanyaan yang diberikan membuat saya memberikan jawaban yang terbuka tentang opini saya terutama untuk pekerjaan, dan saya tidak tahu pertanyaan mana yang ada dilist wawancara atau sekedar respon dirinya karena benar-benar tertarik dengan pembicaraan kami. Saya merasakan saat itu dia tertarik pada diri saya, tapi saya belum terlibat dengan rasa lain. Rasa lain itu timbul karena di hari-hari selanjutnya dia selalu menyapa saya. Sedangkan teman-temannya sesama volunteer lain tidak selalu melakukan hal yang sama.

Yah, saya sudah terlalu jauh ngelantur. Dalam sebulan terakhir ini kami selalu diinterupsi atau terganggu dengan jadwal yang tidak sama diantara kami, sehingga hanya selintas-selintas saja kami bercakap. Dan bahkan beberapa kali saling cuek dengan kehadiran yang lain. Termasuk minggu lalu dan minggu ini dia sepertinya ingin membatasi hubungan diantara kami, membuat saya menjauhi dirinya dan merasa down. Saya tidak tahu harus memberikan perhatian atau melupakan dia (lihat aja entry blog ini 2 minggu kebelakang). Yang lebih menyakitkan karena tampangnya yang murung setiap kali saya melihatnya, tidak ada senyum diwajahnya. Dingin. Dan saya hanya bisa menyatakan "dari nol kembali ke nol, dari ga punya rasa kembali ga punya rasa" mantra yang saya kunyah-kunyah setiap kali merasa down.

Saya melihatnya beberapa kali kemarin dan sama sekali ga berani menyapanya. Jam 6 saat dia pulang, saya akhirnya menanyakan satu hal pada dia, dia menjawabnya tapi tampangnya sama sekali tidak ramah. Hih... dan karena saya memang sudah menjadwalkan data search, sepulangnya dia , sayapun tenggelam dalam konsentrasi penuh dengan laptop saya. Orang-orang sudah pulang, kantor damai dan sepi. Hanya ada kehadiran beberapa orang saja yang melakukan aktivitas masing-masing dengan tenang. Jam sudah menunjukkan 8.30 malam, saya masih terus melakukan data search. Berharap semua data bisa didapatkan secepatnya dan bisa segera pulang. Tapi tiba-tiba ada seseorang masuk dan menyalakan komputer, saya kaget juga karena suara itu dari arah mejanya, tapi ini sudah terlalu malam pikir saya. Ah sudahlah, nanti pulang juga saya akan bisa tahu siapa yang datang ke meja itu. Posisi saya memang agak tersembunyi dari luar. Tapi karena saya harus mengambil tip-x dari locker yang cukup menimbulkan suara, seseorang dari luar menyapa saya dan memang dia yang datang. Tumben ramah, bahkan masuk kedalam ruangan saya untuk menanyakan apa yang saya lakukan. Dan saya pun iseng nanya apa dia tidur disini. Konyol.

Dia pun kembali kemejanya, bahkan memasang musik. Saya jadi tahu jenis musik yang dia suka. Satu jam kemudian saya berhasil mendapatkan 80% data dan memutuskan untuk pulang, ga mau terlalu malam, lagian udah pengen pee dari sore. Waktu pulang dia malah nanya kok saya cepet pulang, sambil ketawa saya tunjukin jam dan bilang ini ga bisa dibilang cepet. Dia ketawa sambil melet.

Satu hal yang saya sadari, ternyata kami merasa nyaman saat tidak terlalu banyak orang yang mendistraksi perhatian kami. Dan tampaknya satu hal yang saya yakin adalah kami tertarik satu sama lain walaupun dengan kemungkinan level yang berbeda. Saya suka padanya sebagai lawan jenis, dia mungkin suka sama saya sebagai kolega yang punya banyak pandangan yang cocok.

Ah, sudahlah, tidak perlu banyak pikir, nikmati aja. Malampun terasa sangat damai.

No comments: