Monday, January 11, 2010

Socialitee dan Barang branded

Socialitee... istilah yang digunakan oleh segelintir orang untuk menunjukan bahwa mereka berbeda kelas dengan orang lain. Ditandai dengan harta yang melimpah ruah, menikmati barang-barang mewah dan branded di sekujur tubuh mereka, mengunjungi tempat-tempat mewah dan mahal di dunia, mendapatkan perlakukan khusus di toko-toko mahal di berbagai belahan dunia, menghadiri pesta-pesta dengan tema ajaib dan aneh.

Perbedaan kelas itu yang membuat dunia terbelah-belah. Tapi tidak berarti juga hak perorangan juga harus dicabut. Kontradiktif? Iya kali, soalnya untuk seserorang berhak memiliki sesuatu dan berhak punya privacy. Hanya saja kalau berlebihan jadi kurang nyaman untuk saya. Menjadi orang kaya dan menjadi socialitee itu berbeda. Sekedar kaya saja tanpa menginginkan perbedaan dengan orang lain sih wajar saja. Tapi bukan cara menunjukan bahwa dirinya punya hak lebih dari masyarakat yang lebih miskin.

Dunia mode dan fashion merupakan penunjang untuk status kelas atas tersebut. Sebut saja merek Hermes dan Loubotin, yang katanya menjadi impian dan damba semua perempuan. Maaf... kayaknya harus diralat, tidak semua perempuan terkaing-kaing dengan tas hermes yang harganya USD 30.000 (?). Atau high heels loubotin yg harganya minimal IDR 15 juta itu. Atau makan di restoran the Ivy. Ahahahahaha... saya sadar tidak termasuk golongan socialitee itu. Bahkan tidak termasuk mereka yang kaya raya.

Apakah saya iri? Ga sama sekali. Kalau saya punya uang USD 30.000, dan harus dihabiskan maka saya akan membeli kamera Leica dan lensanya.... hahahaha, saya bukan orang suci yang akan mengatakan akan menyumbangkan semuanya untuk orang miskin. Saya hanyalah bukan socialitee... hihihihi...

So segala status dan barang branded itu akan kembali ke ketiadaan disaat pemiliknya terbujur kaku tidak bernyawa dan kembali ke haribaannya. Mengapa pula kita harus dipusingkan dengan keinginan mengoleksinya, membuang uang hanya untuk mengelus-elus barang yang mahal itu. Beeeuuuuhhh, ngapain menambah penghasilan untuk para designer kelas internasional itu. Mereka sudah kaya... dan menjadi socialitee? rasanya masih belum ada keuntungan lain kecuali nampang di majalah dan saling membanggakan status masing-masing.

Kontradiksi lain diri saya adalah kagum pada seorang Anna Wintour. Otak dari majalah Vogue, dia menyukai barang-barang bermerek tapi benar-benar menggunakannya. Dia sangat senang memakai baju branded karena senang, nyaman, bukan untuk menunjukan pada orang lain dia bisa beli baju itu. Semua barang branded yang dimiliki Anna Wintour adalah kebutuhan sehari-hari, karena itulah terasa jadi wajar dan normal. Itu yang menjadikan dia anggun dan smart dalam penampilannya, itu juga yang membuat saya masih tega membuang rupiah untuk selembar baju dengan branded menengah saja, karena membuat penampilan kita indah dan menyenangkan untuk dilihat.

No comments: